LEAHISM

What I see. What I hear. What I feel. What I do.

Welkom! Welcome! Selamat Datang!

Ik aanbiden deze blog in het Nederlands, Engels en Indonesisch. Ik hoop dat jij geniet ervan.

I serve this blog in Dutch, English, and Indonesian. I hope you enjoy it.

Aku menyuguhkan blog ini dalam Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
Aku harap kamu menikmatinya.

Stereotype

Kita hidup sehari-hari dengan stereotype yang kita pegang terhadap sesuatu. Bagaimana kita dengan mudah meyakini bahwa itu benar dan ini benar dari stereotype itu tadi. Stereotype bisa jadi positif atau negatif. Jika kita terus melakukan stereotype, maka dia akan berbahaya. Stereotype sering kita lakukan dengan cara yang sistematis. Mengapa? Sadar atau tidak sadar, kita akan menilai sesuatu seperti ini: Sesuatu itu pasti A. Mengapa A karena ia B. Mengapa B, ya karena A sama dengan B. Atau B identiknya dengan A.

Pekan ini saja, setidaknya aku mendapati dua stereotype yang berkembang di masyarakat. Stereotype pertama datang dari teman dekatku. Tentu stereotype ini tidak hanya dimiliki oleh dia saja tetapi juga sebagian orang lain yang juga meyakininya. Siang-siang, kita berdua naik motor. Melewati di depan jalan salah satu rumah kawasan elit di Jogja, terdapat cewek Indonesia (secara fisik dia ras melayu, dan beretnis mungkin Jawa) berkulit gelap, memakai tanktop, hotpants, tidak terlihat gaul dan keren meskipun memakai pakaian yang seperti itu, dan baru saja keluar dari mobil sepertinya. Langsung saja temanku bilang, "Pasti cowoknya bule tuh." Tentu cewek yang berpenampilan seperti itu, tidak semua bercowok orang asing (baca ras kaukasoid). Tentu, pernyataan temanku itu tak salah. Memang kenyataannya banyak (mungkin lebih baik aku bilang beberapa) bule di Indonesia, jika mempunyai cewek Indonesia, ceweknya berkulit gelap, terlihat norak dan juga tak jarang yang juga tidak terlihat berpendidikan. Serta beberapa dari mereka adalah "The Angel" atau "The Bang-bang Girl." Banyak yang tanya, "Mengapa ya dia (si bulenya) mau? Padahal ceweknya itu tidak ada cantik-cantiknya dan terlihat kampungan?" Jadi kasihan juga, bagi cewek berkulit gelap yang berpenampilan seperti itu tapi tidak mempunyai pacar bule. Stereotypenya akan sama yang dia dapat. Aku pun bertanya, "Memang kelihatan ya? Apa aku juga terlihat kalau cowokku bule?" Temanku menjawab, "Tidak". Hehehe... Jadi penasaran bagaimana orang menilaiku pertama kali jika dilihat dari gayaku dan kulitku saat ini.

Stereotype kedua berasal dari aku sendiri yang nampaknya juga dipercayai oleh orang lain. Aku baru kenal cewek yang bernama Efi dari postingan grup komunitas Couchsurfing. Dia belajar bahasa Belanda, dan ingin bertemu dengan orang lain untuk memperlancar bahasa Belandanya. Aku pun menjawabnya dan kita pun bertukar alamat skype. Malamnya kita pun bertemu tanpa janjian sebelumnya. Dengan stereotype yang aku bawa, aku bertanya, "Jadi mengapa kamu belajar bahasa Belanda? Cowokmu orang Belanda ya?" Hehehe... Dan dia pun tertawa dan menjawab, "Aku tak pernah belajar bahasa demi orang lain." Dan aku pun baru tersadar bahwa pertanyaanku itu mengandung stereotype bahwa orang (khususnya para pemuda/i) belajar bahasa lain ya karena cowok/ceweknya berbahasa berbeda dari bahasa sehari-harinya. Aku pun belajar bahasa Belanda karena memang cowokku orang Belanda. Karena akan tinggal di sana dan juga ketika ke Belanda pertama kali pada tahun 2009 aku tau sebelumnya kalau ibunya cowokku tidak lancar berbahasa Inggris, aku pun berinisiatif untuk belajar bahasa Belanda untuk dapat berkomunikasi dengan keluarganya. Dan tentu, alasan ini juga dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai pasangan berbahasa lain. Temanku yang lain belajar bahasa Jerman karena ceweknya orang Jerman. Dia pun bela-belain untuk kursus bahasa Jerman meskipun akhirnya ia harus menyerah dengan bahasa Jerman yang tidak mudah dengan banyak grammernya itu, ditambah pula ia akhirnya putus dengan cewek Jermannya.

Dan sepertinya, kita memang hidup sehari-hari dengan stereotype yang kita bawa dan kita yakini. Adakah dari kalian yang tidak pernah berstereotype? Jadi bagaimana kita agar terhindar dari stereotype? Berkomunikasi, berinteraksi, dan saling mengenal. Dengan begitu akan membuka wawasan kita. Tak selamanya A adalah B. Bisa jadi dia X, Y, ataupun Z. Dan itu juga menjadi PR bagiku.

No comments:

Post a Comment