LEAHISM

What I see. What I hear. What I feel. What I do.

Welkom! Welcome! Selamat Datang!

Ik aanbiden deze blog in het Nederlands, Engels en Indonesisch. Ik hoop dat jij geniet ervan.

I serve this blog in Dutch, English, and Indonesian. I hope you enjoy it.

Aku menyuguhkan blog ini dalam Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
Aku harap kamu menikmatinya.

Wandi, Si Anak Banjar

Perkenalkan. Namanya Wandi. Aku selalu lupa namanya. Dia ini anak yang membantu ibuku di warung di Batu Kajang, Kalimantan Timur.

Pertama kali bertemu, dia pendiam. Tak banyak bicara. Sampai aku pulang pun, dia seperti itu. Sepertinya dia bukan anak yang gampang mengeluh. Dan dia seperti berada di dunianya sendiri.

Dia ini suka main di warnet. Sering dia tidur di situ seusai warung tutup. Menurut ibuku, dia tidak seperti sedang bekerja ikut orang. Seperti tinggal di rumah temannya sendiri.

Terkadang kalau dia main, kalau tidak ditelepon, maka dia tidak muncul saat warung sudah buka. Tetapi ketika sudah ditelepon, dia pun sigap datang untuk memulai pekerjaannya.

Aku bertanya, "Sudah berapa lama kerja di sini?" Dengan enteng dia menjawab, "Sudah lama. Lama sekali." Dia pun berlalu. Ibuku tersenyum, "Lama katanya... Lawong belum dua bulan dia kerja di sini." Dia pun hanya tersenyum sedikit dengan wajah datarnya.

Kalau tidak ada pembeli di warung dan pekerjaannya sudah selesai, dia suka nongkrong di depan warung. Gemar sekali dia mendengarkan lagu house music dari HP-nya. Volume-nya pun sangat kencang. Awalnya aku terusik terhadap kebisingan yang dibuat. Lambat laun, hatiku pun luluh. "Biarkan, Lia. Itu musiknya Wandi. Dia dan dunianya.", gumamku.

Pagi, esoknya, ibuku sudah sibuk di warung. Memasak ini dan itu sebelum warung buka. Tak kutemukan lelaki Banjar ini. Menurut ibu, si Wandi masih tidur. Benar saja. Dia bangun paling siang sesudahku.

Raut mukanya terlihat fresh sehabis mandi. Rambutnya yang basah setelah keramas membuatnya terlihat lebih segar lagi. Dia berjalan ke arah warung. Berhentilah dia di sampingku. Tak mengucap sepatah kata. Kumenoleh kepadanya. "Apa yang kau tonton?" ujarnya dengan nada hampir tak kudengar. "Serial action. Maaf, mungkin kau tak mengerti apa yang mereka bicarakan karena tidak ada subtitle di sini. Aku tak punya." Sambil berlalu dia berkata, "Oh film tembak-tembakan."

Sebelum dia meninggalkanku, aku bertanya, "Kau tidak mengganti bajumu? Itu kan yang kamu pakai kemarin (seharian)." Tanpa berpikir dua kali, tanpa rasa malu, dan tanpa basa-basi, dia menjawab, "Malas."

Aku pun hanya tersenyum saja.



Memory Batu Kajang, 20-21 Februari 2015.

No comments:

Post a Comment